![]()
![]() | ![]()
Mengumpulkan Prangko Ilegal, Boleh atau Tidak?
Salah satu tanggapan melalui e-mail disampaikan oleh Tono D Putranto, seorang pengumpul prangko dari Bandung, Jawa Barat. Tono yang menyebut dirinya bukan pedagang prangko dan hanya seorang pengumpul prangko biasa, menyampaikan sejumlah komentar yang menarik berkaitan tulisan di Suara Pembaruan tersebut.
Dalam tulisan di edisi minggu harian ini, sebelumnya disebutkan mengenai pameran filateli yang biasanya dilengkapi dengan sejumlah gerai yang menjual benda-benda filateli kepada para pengunjung pameran tersebut. Sayangnya, dalam pameran semacam itu, terkadang dijual juga benda-benda filateli ilegal, yang sebenarnya bila diikutkan dalam koleksi suatu pameran akan mengurangi nilai koleksi itu. Benda-benda ilegal itu bisa berupa prangko atau benda filateli palsu, prangko asli dengan cap (stempel) pos palsu, maupun prangko yang sebenarnya tidak pernah diterbitkan oleh suatu negara, atau prangko yang diterbitkan oleh seseorang dengan mencantumkan nama negara yang sebenarnya tak ada.
Penjualan semacam itu terjadi, bisa karena ketidaktahuan pedagang prangko itu, namun bisa juga justru untuk mencari untung dengan memanfaatkan ketidaktahuan filatelis, khususnya filatelis pemula. Tentu saja hal itu harus dicegah, karena dapat membuat orang nantinya tak percaya lagi pada filateli. Akibatnya, jumlah filatelis akan terus turun dan hobi itu menjadi tak menarik lagi.
Untuk mengatasi hal itu, mungkin bisa dicontoh yang telah dilakukan panitia Pameran Filateli Hong Kong 2004 Stamp Expo. Dalam pameran itu, panitia secara tegas telah menutup gerai beberapa pedagang filateli yang terbukti menjual benda-benda filateli ilegal. Mereka juga dikenai denda dan namanya masuk dalam daftar hitam (black list), yaitu pedagang benda filateli yang harus dihindari oleh para filatelis.
Panitia dapat bertindak tegas, karena memang sebelumnya telah mencantumkan dalam aturan pameran tersebut. Dalam aturan yang mengikat kontrak antara panitia dengan pedagang filateli yang menyewa gerai pada pameran tersebut disebutkan antara lain, "Pedagang tidak boleh menjual, menawarkan atau memamerkan semua produk di gerai mereka, selain yang dikeluarkan resmi oleh administrasi pos yang diakui oleh Federasi Filatelis Inter-Asia dan koin atau mata uang kertas yang diakui keasliannya oleh Hong Kong Numismatic Society. Pihak pos setempat, berhak untuk melarang produk (benda filateli) yang diragukan keasliannya, serta berhak mengeluarkan dari pameran (dan memberi denda) pedagang prangko yang melakukan hal itu, sekaligus melarangnya ikut dalam pameran (di negara itu) pada masa mendatang."
Tulisan di Suara Pembaruan itu juga menyebutkan rencana berlangsungnya suatu pameran filateli tingkat nasional di Indonesia. Acara yang diberi nama "Festival dan Pameran Filateli Nasional Soerabaija 2004" itu akan berlangsung di Plenary Hall, Plaza Tunjungan, Surabaya, dari 16 sampai dengan 21 Desember 2004. Dalam bagian akhir tulisan tersebut, diharapkan Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) bekerja sama dengan PT Pos Indonesia, dapat juga meniru langkah yang dilakukan panitia pameran filateli di Hong Kong, dengan melindungi para filatelis melalui aturan yang tegas untuk semua.
Jangan Terjebak
Menanggapi tulisan tersebut, Tono D Putranto dalam e-mailnya menulis, "Saya rasa kita belum perlu terlalu jauh dulu untuk membuat peraturan tegas,
karena saya rasa banyak sekali di antara kita - bahkan mungkin pengurus PFI dan pegawai pos - yang tidak tahu persis mana benda filateli yang ilegal atau yang legal. Jangan sampai kita terjebak dengan peraturan tidak dapat menerapkannya dengan baik. Kalau sudah dijadikan peraturan, para "polisi" harus tahu persis mana yang ilegal atau mana yang legal."
Dicontohkan oleh Tono, bahwa dirinya sendiri mengalami kesulitan untuk membedakan beberapa benda filateli yang ilegal dan yang legal. Kalau hanya melihat negara asalnya saja, misalnya negara pecahan Uni Soviet, sekarang ini banyak prangko baru dari negara-negara tersebut yang legal. Dari negara-negara di Afrika seperti Tchad, Somalia, Benin, dan lainnya, katanya ada yang legal dan ada yang ilegal. Memang kita bisa mengakses melalui internet situs www.upu.org, tetapi kita akan sangat bingung karena daftarnya sangat panjang dan hanya
deskripsi saja tanpa adanya gambar.
Ditambahkan lagi oleh Tono, masalah daftar prangko ilegal itu, pernah ditanyakan oleh salah seorang pengurus PFI daerah kepada pengurus PFI Pusat di seminar filateli tematik di Bandung beberapa bulan lalu. Jawabannya sangat mengambang dan tidak
menjanjikan, dan hanya diminta mencari lewat internet. Walaupun demikian Tono setuju sekali bahwa prangko ilegal tidak boleh dimasukkan dalam materi pameran baik nasional maupun internisional, karena peraturan mengenai itu sudah jelas.
Jadi menurutnya, biarkan semangat mengumpulkan dipupuk mulai dari kecil, dan kalau misalnya sudah agak dewasa dan ingin menyusun koleksi untuk dipamerkan, inilah tugas pengurus PFI untuk membimbing, karena mereka tahu peraturannya.
Tidak semua orang yang membeli benda filateli, dipakai untuk dipamerkan dalam suatu pameran kompetitif. Banyak sekali orang yang membeli prangko untuk
dinikmati sendiri.
Pendapat yang menarik dan mungkin baik pula dijadikan bahan diskusi di sela-sela "Festival dan Pameran Filateli Nasional Soerabaija 2004". (B-8)
Suara Pembaruan 5 December 2004
HOME | Today's News | Shopping | Add URL Copyright 1999-2004
© SuratkabarCom Online
|