suratkabar.com

Japanese Yakimono
Bali Incense

Domain For Sale

suratkabar.com

News Indonesia SuratkabarCom

BREAKING NEWS.....

Membicarakan Prangko Sosial Indonesia
13/04/2005 (18:00)


TOKYO (LoveIndonesiaphilately) - Bicara prangko sosial ternyata memaksa saya membuka kembali katalogus prangko Indonesia.

Ternyata penambahan 10% hanya untuk prangko terbitan tahun 1967-an.

Untuk tahun 1966 dan sebelumnya parah sekali.

Misalnya seri bunga terbitan 10 Feb 1966 Nominal 10 sen tambahannya 5 sen berarti tambah 50%.

Terparah prangko bunga 23 Des 1957 nominal 10 sen ternyata tambahannya juga 10 sen. Berarti untuk prangko itu masyarakat yang membeli satu prangko harus bayar 200%.

Inilah salah satu faktor pula mengakibatkan citra prangko Indonesia di luar negeri amburadul.

Mari kita lihat seri Pemberantasan Kanker 1 Juli 1983 nominal Rp55 tambahan 20 rupiah berarti tambahan sekitar 36,4%.

Kelihatan sekitar 1983 citra prangko Indonesia di luar negeri terguncang lagi karena seolah seenaknya saja memberikan tambahan nominal pada prangko sosial.

Peraturan SK Dirjen No.23/DIRJEN/2003 tertanggal 13 Maret 2003 . Sayang saya tak punya katalog prangko Indonesia 2005.

Dari tanggal 13 Maret 2003 hingga kini, yang baru kita bicarakan bahwa akan terbit prangko sosial dengan tambahan MAKSIMAL 20% prangko amal (Bencana Nasional terbit 20 Mei 2005 rencana).

Kita lihat Pos Indonesia memaksimalkan penerapan nilai amal 20% sesuai BAB VI Pasal 16 ayat 2.

Lalu embel-embel dengan segala daya tarik ini itu.

Sebagai gambaran, penilaian ekonomis suatu prangko di kalangan pasar internasional, menurut saya banyak melihat kepada nominal prangko.

Seandainya dipersentase, dari 100% penilaian, maka nilai nominal prangko menduduki sekitar 80% - 90%. Lepaskan dari soal negara dan politik.

Mohon melihat kepada prangko baru dan normal biasa, bukan prangko baru yang terbit saat jaman perangko dan sebagainya. Tidak ada salah cetak dan kecelakaan lain.

Sedangkan penilaian lain (20%) berupa bentuk prangko, keunikan lain misal berupa prangko label, prangko tanpa gigi dan sebagainya.

Bagaimana kalau kita bandingkan dengan prangko sosial Jepang (maaf saya tak menguasai prangko negara lain)?

Ternyata prangko Olimpiade terbit tanggal 11 Oktober 1961-23 Juni 1964 juga parah. Nominal 5 yen ditambah 5 yen berarti masyarakat memberi satu prangko dengan harga 200%.

Jelas sekali uang itu untuk keberhasilan olimpiade dan memang ternyata berhasil. Indonesia yang saat itu memboikot Olimpiade Tokyo karena masuknya Israel, tidak ikut serta Olimpiade tersebut. Lalu membentuk Olimpiade tandingan di Jakarta.

Lalu mulai tahun 1991 dibuat prangko amal misal terbitan tanggal 2 Desember 1991 dengan nominal 41 yen plus 3 yen berarti tambahan 7,3%.

Hal itu berlangsung terus biasanya di akhir tahun dan selain beramal, si pembeli juga dapat untung-untungan karena prangko amal itu ber nomor undian. Jadi kalau tepat kena undian dapat uang hadiah sampai jutaan yen. Lumayan !

Diperhatikan terus sampai dengan detik ini, ternyata TIDAK ada prangko amal Jepang yang tambahannya melebihi 10%.

Hal ini terjadi sejak 1991 sampai dengan kini. Terakhir terbitan 5 Juli 1991 dengan nominal 62 yen dam tambahan 10

yen berarti tambahan 16,1%. Sejak saat inilah sampai kini tak ada tambahan lebih dari 10%.

Mengapa? Sejak saat itu para filatelis ribut dan mengeluh habis-habisan kepada pos karena seolah memeras kantong filatelis dengan tambahan prangko amal yang luar biasa besar sampai 16,1%.

Padahal PPN (Pajak Pertambahan Nilai) di Jepang saat itu saja hanya 3% (kini 5%).

Jadi belajar dari negara Sakura ini, mungkin ada baiknya kalau Indonesia juga mempertimbangkan penambahan nilai amal tersebut.

Lho, kan tidak setiap saat menerbitkan prangko amal, jarang-jarang saja, lagi pula beramal sekali-kali kenapa sih?

Aduuuuh.....saya tak bisa komentar kalau sudah pemikiran sosial politis demikian.

Melihat pasar benda filateli di dunia praktis hanya pemikiran ekonomis dan citra terbentuk dari nilai nomnal suatu prangko.

Itu sebabnya pula di dalam perundangan UPU juga tertulis agar Pos setempat jangan seenaknya dalam penerbitan prangko sehingga filatelis jadi terasa "diperas" habis-habisan koceknya.

Mungkin tulisan ini menimbulkan pro dan kontra.

Silakan saja negara demokratis wajar berbeda pendapat dan itu memang sangat diharapkan, bukan ABS (asal bapak senang) melulu.

Salam filateli
Richard Susilo

KOMENTAR Tuliskan di sini !

Search Indonesia Recommended by SuratkabarCom
Search Indonesia Recommended by SuratkabarCom

HOME | Today's News | Shopping | Add URL

Copyright 1999-2005 © SuratkabarCom Online